Jumat, 29 Mei 2015

EVALUASI PERFORMA KELOMPOK 7 DALAM PENDEKATAN PEMUSATAN MASALAH


Sarah G. Juliana (13-087)
Dewi Sitepu (13-097)
Yessica (13-101)
Pesta Ria Tambun (13-114)

1. TEORI PEMUSATAN MASALAH DIKAITKAN DENGAN PERFORMA KELOMPOK
Dalam kurikulum yang berpusat pada masalah, pengalaman belajar pada kehidupan peserta sehari-hari akan mempunyai manfaat secara langsung. Tetapi penggunaan metode ini akan kurang efektif jika tidak didorong peserta didik untuk dilibatkan pada masalahnya secara langsung. Dalam pendekatan pemusatan masalah, diskusi kelompok dan berpikir sangat penting. Pada diskusi kelompok, peserta akan aktif dan memiliki keterlibatan dalam proses pembelajaran. 
Berdasarakan teori dalam pendekatan pemusatan masalah, kelompok mencoba untuk mengangkat topik yang bisa dilihat dan dialami dalam kehidupan sehari-hari, contohnya perilaku-perilaku tentang kesetaraan gender. Permasalahan dalam gender sangat luas dalam kehidupan sehari-hari, yaitu dalam lingkungan pendidikan, kerja, dan sosial. Kelompok akan mempersempit permasalahan tentang kesetaraan gender menjadi permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sosial.kelompok memberikan pengantar dalam bentuk video tentang kesetaraan gender dan memberikan penjelasan singkat mengenai gender sehingga peserta bisa memiliki gambaran masalah apa yang sebenarnya yang ingin dibahas. Seperti yang dikatakan pada paragraf sebelumnya, diskusi kelompok dan berpikir pada setiap peserta didik sangat penting. Dalam performa kelompok, peserta memiliki kesempatan untuk berada dalam satu kelompok dan membahas mengenai kesetaraan gender.
2. KONSEP PERFORMA KELOMPOK 7
Konsep peforma dari kelompok 7 menerapkan metode diskusi secara berkelompok dan memberikan penjelasan singkat sebelumnya. Seperti yang dijelaskan pada teori pendekatan pemusatan masalah, hal yang terpenting adalah terlibatnya peserta didik dalam proses pembelajaran. Metode diskusi adalah salah satu cara yang bisa digunakan sebagai media agar peserta didik bisa turut aktif dalam pembelajaran. Pembuatan peserta didik dalam satu kelompok bisa membantu peserta untuk memiliki pengetahuan yang baru dari peserta didik yang lain atau juga bisa memberikan dan menginspirasi peserta didik lainnya. Penjelasan singkat yang diberikan akan menambah pengetahuan peserta didik dan memberikan landasan teorinya sehingga peserta didik tidak berdiri melalui asumsi-asumsi sendiri.
3. TANTANGAN YANG DIHADAPI KELOMPOK
Waktu
sulit mengatur jadwal pertemuan untuk mendiskusikan hal hal yang berkaitan dengan tugas. susah membatasi waktu dalam presentasi mengingat durasi nya sudah di tentukan.
Topik
kelompok kebingungan di dalam menentukan topik dan membutuhkan waktu yang lama untuk memutuskan topik apa yang akan di pakai.
Proses pelaksanaan
kelompok  berusaha mencairkan suasana mengingat ada nya peserta yang masih pasif. Kelompok juga berusaha membuat ice breaker untuk mengumpulkan perhatian audienc yang terkadang kurang memperhatikan.
Pembagian kelompok audience
kelompok  sempat mengalami kebingungan ketika ingin membagi peserta ke dalam beberapa kelompok, apakah di bagi di awal , pertengahan atau di akhir. Tetapi setelah di lakukan diskusi, kelompok akhirnya memutuskan mebagi kelompok di pertengahan acara.

4. KENDALA YANG DIHADAPI KELOMPOK

Waktu
Waktu yang digunakan dalam performa sudah cukup bahkan lebih, sehingga untuk menutupi kelebihan waktu, kelompok berinisiatif untuk menyisipkan ice breaking sebelum masuk pada sesi pembahasan hasil diskusi. 

Proses pelaksanaan
Proses pelaksanaan berjalan dengan baik walaupun ada sedikit hambatan pada masalah teknis seperti microphone yang sedikit bermasalah, dan beberapa kelompok ada yg kurang kondusif ketika berdiskusi didalam kelompok mereka, bahkan ada yg kelihatannya sosial loafing.

Performa
Performa yg dilakukan cukup baik, pembagian tugas sudah mulai merata. Video yang ditampilkan menarik dan berhubungan dngan materi walaupun ada satu video yang kurang berhubungan dengan materi. Tetapi ada sedikit kendala pada pembahasan, karna video tidak dibahas satu per satu, video hanya dibahas secara keseluruhan. Ice breaking yang diberikan dapat diikitu oleh semua audiance, tetapi pada ice breaking yang kedua audience terlihat kurang dapat mengikuti.

Pembagian kelompok
Ada kelompok yang terlalu besar karena gabungan dari tiga kelompk andragogi. Hal ini menjadi menyebabkan ketidakseimbangan antarkelompok dalam berdiskusi.
5. PROSES SELAMA PERFORMA BERLANGSUNG
Sebelum proses pembelajaran dimulai, kelompok memberikan ice breaking sehingga suasana kelas lebih rileks. Ice breaking dipandu oleh Dewi Sitepu dan diperagakan oleh seluruh anggota kelompok. Untuk setiap peserta yang mengaku salah menirukan gerakan akan diminta untuk maju kedepan. Saat itu yang mengaku salah ada Firman, Arifa, dan Agita. Mereka diminta untuk memberikan satu kata dan satu kalimat mengenai gender. Setelah mereka selesai memberikan pendapat mereka, kelompok memberikan reward. Setelah ice breaking selesai, kelompok melanjutkan memberikan materi dalam bentuk slide mengenai penjelasan singkat tentang gender. Setelah penjelasan singkat mengenai gender, pembelajaran dilanjutkan dengan menampilkan 3 video mengenai gender. Videonya berisi bagaimana jika perempuan dan laki-laki bertengkar di tempat umum, ada yang mengenai bagaimana jika perempuan dan laki-laki ditukar, dan bagaimana jika di dalam kendaraan umum laki-laki tidak sengaja menyentuh wanita. Penampilan video tersebut memakan waktu sekitar 11-12 menit dan pembelajaran dilanjutkan dengan sesi diskusi dimana kelompok membagi setiap anggota kedalam satu kelompok baru. Kelompok memberikan tiga buah pertanyaan yang akan dibahas dalam kelompok. Waktu diskusi diberikan sekitar 15 menit untuk membahas tiga pertanyaan tersebut. Setelah waktu diskusi selesai, setiap anggota kelompok akan menunjuk satu perwakilan untuk mempaparkan hasil diskusi mereka. Setelah semua kelompok selesai memaparkan semuanya, kelompok akan menuju pada kesimpulan pembahasan mengenai kesetaraan gender sebagai penutup pembelajaran pada pertemuan tersebut.
6. KRITIK DAN SARAN
·         Sinta Meilastry
Sinta memberikan kritik mengenai pemberian reward pada saat ice breaking yang dirasa kurang tepat karena memberikan pada mereka yang salah
·         Muhammad Yusuf Lubis
Peran setiap gender memang berbeda dan memang tidak bisa benar-benar disetarakan karena pada dasarnya perannya sudah berbeda. Tetapi kelompok malah mengatakan bahwa kesetaraan gender itu benar. Kenapa kelompok mengatakan kesetaraan gender itu benar.
·         Arifa
Arifa memberikan kritik tentang pembahasan kesetaraan dalam konteks sosial, tapi tadi ada dibahas tentang kesetaraan gender dalam konteks pekerjaan
·      Kak Fasti Rola
Kak Fasti Rola memberikan kritik sebagai berikut
1.      Sebaiknya saat mempresentasikan video 1,2,3 ditayangkan satu per satu. Tiap 1 video selesai diberikan penjelasan dan ditanya tanggapan. sampai video ke 3. Kemudian masuk ke penjelasan tentang gender.
2.      Karena setiap orang memiliki persepsi dan pemahaman yang berbeda-beda, jadi kelompok juga sebaiknya meminta pendapat dari audiens.

7. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
Kelebihan :
-icebreaking nya menarik
-video nya menarik
-dapat belajar dari pengalaman masa lalu
-pembagian tugas dari kelompok merata
-audiens nya aktif
Kekurangan :
Audiens dibuat berkelompok

8. PEMBAGIAN TUGAS DALAM KELOMPOK
v  Dewi Sitepu sebagai moderator
v  Yessica sebagai moderator
v  Sarah G. Juliani sebagai pemateri
v  Ester Rheyn Judika S sebagai notulen
v  Pesta Ria Tambun sebagai dokumenter

9. TAKSASI DANA
1. Reward : Rp. 10.000
TOTAL : Rp. 10.000

DOKUMENTASI







Rabu, 01 April 2015

KONSEP PEMBELAJARAN DEWASA PADA METODE PEMUSATAN MASALAH

KELOMPOK 7


Pesta Ria Tambun (131301114)




Dewi Sitepu (131301097)


Yessica (131301101)

Ester Rheyn Judika S (131301109)
Pendekatan Pemusatan Masalah

Suatu kurikulum yang berpusat pada masalah, mengarahkan pengalaman belajar pada kehidupan para peserta didik sehari-hari, dan akan mempunyai manfaat secara langsung. Motivasi belajar akan tetap lemah, jika peserta didik tidak didorong untuk percaya pada kemampuannya sendiri dan dilibatkan secara langsung terhadap masalahnya.

Dalam pendekatan pemusatan pada masalah, diskusi kelompok dan berpikir sangat dipentingkan. Pada diskusi kelompok, akan terjadi keikutsertaan (keterlibatan) peserta didik, sehingga terjadi hubungan saling percaya antara peserta didik dengan fasilitator, begitu juga sesame peserta didik.

Pengertian Diskusi

Diskusi adalah sebuah interaksi komunikasi antara dua orang atau lebih/kelompok. Biasanya komunikasi antara mereka/kelompok tersebut berupa salah satu ilmu atau pengetahuan dasar yang akhirnya akan memberikan rasa pemahaman yang baik dan benar. Diskusi bisa berupa apa saja yang awalnya disebut topik. Dari topik inilah diskusi berkembang dan diperbincangkan yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu pemahaman dari topik tersebut. diskusi berarti proses bertukar pikiran antara dua orang atau lebih tentang suatu masalah untuk mencapai tujuan tertentu.

Tujuan Diskusi

Tujuan dari diskusi adalah sebagai berikut:

1. Untuk mempertemukan dan menyatukan pendapat, pola fikir dan persepsi dari para anggota kelompok dalam rangka pengambilan keputusan

2. Untuk melatih keberanian mengeluarkan pendapat secara sistematis dan logis

3. Belajar menerima dan menghargai pendapat orang lain

4. Untuk mengubah sikap dan perilaku dan membentuk watak menjadi pribadi yang matang

5. Mendapatkan informasi untuk menambah wawasan berpikir

Jenis-jenis Diskusi

Diskusi ditinjau dari tujuannya dibedakan menjadi :

1. The Social Problem Meeting, merupakan metode pembelajaran dengan tujuan berbincang-bincang menyelesaikan masalah sosial di lingkungan.

2. The Open ended Meeting, berbincang bincang mengenai masalah apa saja yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dimana kita berada.

3. The Educational Diagnosis Meeting, berbincang-bincang mengenai tugas/pelajaran untuk saling mengoreksi pemahaman agar lebih baik.

Diskusi ditinjau dari bentuknya, dibedakan menjadi :

1. Whole Group, merupakan bentuk diskusi kelompok besar (pleno, klasikal,paripurna dsb.)

2. Buz Group, merupakan diskusi kelompok kecil yang terdiri dari (4-5) orang.

3. Panel, merupakan diskusi kelompok kecil (3-6) orang yang mendiskusikan objek tertentu dengan cara duduk melingkar yang dipimpin oleh seorang moderator. Jika dalam diskusi tersebut melibatkan partisipasi audience/pengunjung disebut panel forum.

4. Syndicate Group, merupakan bentuk diskusi dengan cara membagi kelas menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari (3-6) orang yang masing-masing melakukan tugas-tugas yang berbeda.

5. Brainstorming, merupakan diskusi iuran pendapat, yakni kelompok menyumbangkan ide baru tanpa dinilai, dikritik, dianalisis yang dilaksanakan dengan cepat (waktu pendek).

6. Simposium, merupakan bentuk diskusi yang dilaksanakan dengan membahas berbagai aspek dengan subjek tertentu. Dalam kegiatan ini sering menggunakan sidang paralel, karena ada beberapa orang penyaji. Setiap penyaji menyajikan karyanya dalam waktu 5-20 menit diikuti dengan sanggahan dan pertanyaan dari audience/peserta. Bahasan dan sanggahan dirumuskan oleh panitia sebagai hasil simposium. Jika simposium melibatkan partisipasi aktif pengunjung disebut simposium forum.

7. Colloqium, strategi diskusi yang dilakukan dengan melibatkan satu atau beberapa nara sumber (manusia sumber) yang berusaha menjawab pertanyaan dari audience. Audience menginterview nara sumber selanjutnya diteruskan dengan mengundang pertanyaan dari peserta (audience) lain Topik dalam diskusi ini adalah topik baru sehingga tujuan utama dari diskusi ini adalah ingin memperoleh informasi dari tangan pertama.

8. Informal Debate, merupakan diskusi dengan cara membagi kelas menjadi 2 kelompok yang pro dan kontra yang dalam diskusi ini diikuti dengan tangkisan dengan tata tertib yang longgar agar diperoleh kajian yang dimensi dan kedalamannya tinggi. Selanjutnya bila penyelesaian masalah tersebut dilakukan secara sistematis disebut diskusi informal. Adapun langkah dalam diskusi informal adalah : (1). menyampaikan problema; (2). pengumpulan data; (3). alternatif penyelesaian; (4). memlilih cara penyelesaian yang terbaik.

9. Fish Bowl, merupakan diskuasi dengan beberapa orang peserta dipimpin oleh seorang ketua mengadakan diskusi untuk mengambil keputusan. Diskusi model ini biasanya diatur dengan tempat duduk melingkar dengan 2 atau 3 kursi kosong menghadap peserta diskusi. Kelompok pendengar duduk mengelilingi kelompok diskusi sehingga seolah-olah peserta melihat ikan dalam mangkok.

10. Seminar, merupakan kegiatan diskusi yang banyak dilakukan dalam pembelajaran. Seminar pada umumnya merupakan pertemuan untuk membahas masalah tertentu dengan prasaran serta tanggapan melalui diskusi dan pengkajian untuk mendapatkan suat konsensus/keputusan bersama. Masalah yang dibahas pada umumnya terbatas dan spesifik/tertentu, bersifat ilmiah dan subject approach.

11. Lokakarya/widya karya, merupakan pengkajian masalah tertentu melalui pertemuan dengan penyajian prasaran dan tanggapan serta diskusi secara teknis mendalam. Dalam diskusi ini bila perlu diikuti dengan demonstrasi/peragaan masalah tersebut. Peserta lokakarya pada umumnya para ahli. Tujuannya mendapatkan konsensus/keputusuan bersama mengenai masalah tersebut. Telaahnya : Subject matter approach.

Unsur-unsur Diskusi

1. Materi

Masalah yang didiskusikan merupakan suatu persoalan yang dibahas oleh peserta diskusi untuk dipahami, diketahui sebab-sebabnya, dianalisis, dicari jalan keluar atau solusinya, diambil keputusan yang tepat, terbaik di antara yang baik atau tak baik sesuai dengan keadaan dan kebutuhan. Masalah adalah persoalan yang ada antara harapan dengan kenyataan. Oleh sebab itu, kegiatan diskusi merupakan suatu upaya untuk menemukan cara menghilangkan, mengatasi atau memperkecil jarak antara harapan dengan kenyataan. Kriteria masalah yang layak didiskusikan:

· Menarik perhatian peserta.

· Aktual dan menjadi pembicaraan umum.

· Berguna bagi peserta, masyarakat atau bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

· Baru, yaitu belum ada atau belum dibahas sebelumnya.

· Menyangkut kebijakan untuk umum atau penting sebagai public figure.

· Mengandung alternatif pendapat-multidimensional.

2. Manusia

Manusia sebagai pelaksana. Terdiri dari:

· Moderator

Moderator bertugas membuka, memperkenalkan pemrasaran dan notulis, membacakan tata tertib, mengarahkan dan mengatur arus pembicaraan, menyampiakan kesimpulan, serta menutup diskusi.

· Notulis

Notulis bertugas mencatat hal-hal penting dalam diskusi baik teknis maupun materi pembicaraan.

· Peserta

Peserta bertugas mengikuti kegiatan diskusi secara aktif, bukan sebatas pendengar belaka, melainkan bisa juga memberikan tanggapan, pertanyaan, dan lain-lain.

· Pemakalah/Penyaji

Penyaji bertugas menjelaskan isi permasalahan yang telah dipersiapkan sebelumnya dalam bentuk makalah.

· Pengamat

Pengamat bertugas untuk memperhatikan jalannya diskusi serta bertanggung jawab untuk dokumentasi diskusi yang akan dilaksanakan.

3. Perlengkapan

Perlengkapan dalam pelaksanaan diskusi meliputi pemilihan tempat yang akan dilakukan dalam diskusi,sarana seperti laptop, slide, LCD, viewer, speaker, mikrofon.

Pelaksanaan Diskusi

Hari/Tanggal : Kamis, 7 Mei 2015

Waktu : 11.00 - 12.00 (60 menit)

Tempat : Ruang B.2.7 Fakultas Psikologi

Pembagian tugas

1. Moderator : Dewi Sitepu (131301097)

Yessica (131301101)

2. Notulis : Ester Rheyn Judika S (131301109)

3. Pengamat : : Pesta Ria Tambun (131301114)

4. Penyaji : Sarah G. Juliana (131301087)

5. Peserta : Mahasiswa Mata Kuliah Andragogi

Topik

Topik yang akan dibahas dalam diskusi adalah "Kesetaraan Gender". Isu tersebut akan dibahas dari sisi Psikologi , yakni : mengenai kesetaraan gender yang kebanyakan tidak menguntungkan pada perempuan. upaya apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi adanya ketidaksetaraan gender dalam kehidupan.

Perempuan Dan Teriakannya Seputar Kesetaraan Gender

Jargon "Kesetaraan Gender" sering digemakan oleh para aktivis sosial, kaum perempuan hingga para politikus Indonesia. Kesadaran kaum perempuan akan kesetaraan gender semakin meningkat seraya mereka terus menuntut hak yang sama dengan laki-laki.

Kesetaraan gender merupakan salah satu hak asasi kita sebagai manusia. Hak untuk hidup secara terhormat, bebas dari rasa ketakutan dan bebas menentukan pilihan hidup tidak hanya diperuntukan bagi para laki-laki, perempuan pun mempunyai hak yang sama pada hakikatnya. Sayangnya sampai saat ini, perempuan seringkali dianggap lemah dan hanya menjadi sosok pelengkap. Terlebih lagi adanya pola berpikir bahwa peran perempuan hanya sebatas bekerja di dapur, sumur, mengurus keluarga dan anak, sehingga pada akhirnya hal di luar itu menjadi tidak penting.

Sosok perempuan yang berprestasi dan bisa menyeimbangkan antara keluarga dan karir menjadi sangat langka ditemukan. Perempuan seringkali takut untuk berkarir karena tuntutan perannya sebagai ibu rumah tangga.

Data yang ada menunjukkan bahwa perempuan secara konsisten berada pada posisi yang lebih dirugikan daripada laki-laki. Berikut adalah isu-isu utama/ sejumlah contoh kesenjangan gender di berbagai sektor yang masih perlu diatasi :

1. Pola Pernikahan yang merugikan pihak perempuan

Pernikahan dini adalah suatu hal yang lazim di Indonesia, khususnya di daerah pedesaan. Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2004 memperkirakan 13% dari perempuan Indonesia menikah di umur 15 - 19 tahun.

Dalam hukum Islam, laki-laki memang diperbolehkan memperistri lebih dari satu orang. Akan tetapi, dalam Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974 menyatakan bahwa izin untuk memiliki banyak istri dapat diberikan jika seseorang dapat memberikan bukti bahwa istri pertamanya tidak dapat melaksanakan tanggung jawabnya sebagai istri. Pegawai Negeri Sipil (PNS) Indonesia pun dilarang mempraktekkan poligami.

Hukum perkawinan di Indonesia menganggap pria sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah keluarga. Sedangkan, tugas-tugas rumah tangga termasuk membesarkan anak umumnya dilakukan oleh perempuan.

2. Kesenjangan Gender di pasar kerja

Adanya segmentasi jenis kelamin angkatan kerja, praktik penerimaan dan promosi karyawan yang bersifat deskriminatif atas dasar gender membuat perempuan terkonsentrasi dalam sejumlah kecil sektor perekonomian, umumnya pada pekerjaan-pekerjaan berstatus lebih rendah daripada laki-laki.

Asumsi masyarakat yang menyatakan bahwa pekerjaan perempuan hanya sekedar tambahan peran dan tambahan penghasilan keluarga juga menjadi salah satu sebab rendahnya tingkat partisipasi tenaga kerja perempuan.

3. Kekerasan Fisik

Indonesia telah menetapkan berbagai undang-undang untuk melindungi perempuan dari kekerasan fisik. Akan tetapi, terdapat beberapa bukti yang menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah umum di Indonesia. Menurut survey Demografi dan Kesehatan 2003, hampir 25% perempuan yang pernah menikah menyetujui anggapan bahwa suami dibenarkan dalam memukul istrinya karena salah satu alasan berikut: istri berbeda pendapat, istri pergi tanpa memberitahu, istri mengabaikan anak, atau istri menolak untuk melakukan hubungan intim dengan suami. Perdagangan perempuan dan prostitusi juga merupakan ancaman serius bagi perempuan Indonesia, terutama mereka yang miskin dan kurang berpendidikan. Meskipun pelecehan seksual dianggap kejahatan, akan tetapi hal itu umum ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Departemen Kesehatan Indonesia tahun 2004 menemukan bahwa 90% perempuan mengaku telah mengalami beberapa bentuk pelecehan seksual di tempat kerja.

4. Hak Kepemilikan

Hukum Perdata di Indonesia menetapkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak kepemilikan yang sama. Perempuan di Indonesia memiliki hak hukum untuk akses ke properti, tanah dan memiliki akses ke pinjaman bank dan kredit, meskipun terkadang masih terdapat diskriminasi di beberapa bagian contohnya: suami berhak untuk memiliki nomor pajak pribadi, sedangkan istri harus dimasukkan nomor pajak mereka dalam catatan suami.

Untuk meningkatkan kesadaran perempuan akan isu kesetaraan gender ini dan mengedukasi pekerja perempuan mengenai hak-haknya sebagai pekerja perempuan, program kampanye Labour Rights For Women yang ditujukan bagi pekerja perempuan muda tidak ada henti-hentinya menyuarakan dan mengedukasi perempuan. Lewat event dan pelatihan Labour Rights For Women yang bertema "Gender Equality", perempuan diharapkan dapat lebih terpacu untuk membela hak mereka dalam kesempatan kerja/karir, hak maternal dan keseimbangan antara keluarga dan karir.

Kesetaraan gender tidak harus dipandang sebagai hak dan kewajiban yang sama persis tanpa pertimbangan selanjutnya. Malu rasanya apabila perempuan berteriak mengenai isu kesetaraan gender apabila kita artikan segala sesuatunya harus mutlak sama dengan laki-laki. Karena pada dasarnya, perempuan tentunya tidak akan siap jika harus menanggung beban berat yang biasa ditanggung oleh laki-laki. Atau sebaliknya laki-laki pun tidak akan bisa menyelesaikan semua tugas rutin rumah tangga yang biasa dikerjakan perempuan.

Sumber

Badan Pusat Statistik (BPS) - Survey Demografi dan Kesehatan 2002-2003

Indonesia. Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974

Konsep Diskusi

Pada saat diskusi, kelompok akan menyajikan beberapa video singkat yang berkaitan dengan topik kesetaraan gender. Kelompok menyajikan video agar memudahkan peserta diskusi untuk memahami topik yang akan dibahas. Setelah video diputar, kelompok diminta untuk mengulas kembali masalah-masalah yang disajikan dalam video. Peserta diajak untuk dapat aktif selama diskusi dilaksanakan. Model diskusi yang digunakan kelompok berdasarkan tujuan menggunakan the open ended meeting dan berdasarkan bentuknya menggunakan model whole group.

Sumber :

Arif, Zainudin. 2012. Andragogi. Bandung: Angkasa Bandung.

http://id.wikipedia.org/wiki/Diskusi

http://id.wikipedia.org/wiki/Metode_diskusi

https://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/21/diskusi-dan-macamnya/

http://www.kelasjawa.com/2014/03/diskusi.html

Rabu, 18 Maret 2015

KONSEP PEMBELAJARAN DEWASA PADA METODE PEMUSATAN MASALAH



OLEH:

KELOMPOK 7

Pesta Ria Tambun (131301114)


Dewi Sitepu (131301097)

Yessica (131301101)


Pendekatan Pemusatan Masalah

Suatu kurikulum yang berpusat pada masalah, mengarahkan pengalaman belajar pada kehidupan para peserta didik sehari-hari, dan akan mempunyai manfaat secara langsung. Tetapi motivasi belajar akan tetap lemah, jika peserta didik tidak didorong untuk percaya pada kemampuannya sendiri dan dilibatkan secara langsung terhadap masalahnya.

Dalam pendekatan pemusatan pada masalah, diskusi kelompok dan berpikir sangat dipentingkan. Pada diskusi kelompok, akan terjadi keikutsertaan (keterlibatan) peserta didik, sehingga terjadi hubungan saling percaya antara peserta didik dengan fasilitator, begitu juga sesame peserta didik.

Pengertian Diskusi

Diskusi adalah sebuah interaksi komunikasi antara dua orang atau lebih/kelompok. Biasanya komunikasi antara mereka/kelompok tersebut berupa salah satu ilmu atau pengetahuan dasar yang akhirnya akan memberikan rasa pemahaman yang baik dan benar. Diskusi bisa berupa apa saja yang awalnya disebut topik. Dari topik inilah diskusi berkembang dan diperbincangkan yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu pemahaman dari topik tersebut. diskusi berarti proses bertukar pikiran antara dua orang atau lebih tentang suatu masalah untuk mencapai tujuan tertentu.

Tujuan Diskusi

Tujuan dari diskusi adalah sebagai berikut:

1. Untuk mempertemukan dan menyatukan pendapat, pola fikir dan persepsi dari para anggota kelompok dalam rangka pengambilan keputusan

2. Untuk melatih keberanian mengeluarkan pendapat secara sistematis dan logis

3. Belajar menerima dan menghargai pendapat orang lain

4. Untuk mengubah sikap dan perilaku dan membentuk watak menjadi pribadi yang matang

5. Mendapatkan informasi untuk menambah wawasan berpikir

Jenis-jenis Diskusi

Diskusi ditinjau dari tujuannya dibedakan menjadi :

1. The Social Problem Meeting, merupakan metode pembelajaran dengan tujuan berbincang-bincang menyelesaikan masalah sosial di lingkungan.

2. The Open ended Meeting, berbincang bincang mengenai masalah apa saja yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dimana kita berada.

3. The Educational Diagnosis Meeting, berbincang-bincang mengenai tugas/pelajaran untuk saling mengoreksi pemahaman agar lebih baik.

Diskusi ditinjau dari bentuknya, dibedakan menjadi :

1. Whole Group, merupakan bentuk diskusi kelompok besar (pleno, klasikal,paripurna dsb.)

2. Buz Group, merupakan diskusi kelompok kecil yang terdiri dari (4-5) orang.

3. Panel, merupakan diskusi kelompok kecil (3-6) orang yang mendiskusikan objek tertentu dengan cara duduk melingkar yang dipimpin oleh seorang moderator. Jika dalam diskusi tersebut melibatkan partisipasi audience/pengunjung disebut panel forum.

4. Syndicate Group, merupakan bentuk diskusi dengan cara membagi kelas menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari (3-6) orang yang masing-masing melakukan tugas-tugas yang berbeda.

5. Brainstorming, merupakan diskusi iuran pendapat, yakni kelompok menyumbangkan ide baru tanpa dinilai, dikritik, dianalisis yang dilaksanakan dengan cepat (waktu pendek).

6. Simposium, merupakan bentuk diskusi yang dilaksanakan dengan membahas berbagai aspek dengan subjek tertentu. Dalam kegiatan ini sering menggunakan sidang paralel, karena ada beberapa orang penyaji. Setiap penyaji menyajikan karyanya dalam waktu 5-20 menit diikuti dengan sanggahan dan pertanyaan dari audience/peserta. Bahasan dan sanggahan dirumuskan oleh panitia sebagai hasil simposium. Jika simposium melibatkan partisipasi aktif pengunjung disebut simposium forum.

7. Colloqium, strategi diskusi yang dilakukan dengan melibatkan satu atau beberapa nara sumber (manusia sumber) yang berusaha menjawab pertanyaan dari audience. Audience menginterview nara sumber selanjutnya diteruskan dengan mengundang pertanyaan dari peserta (audience) lain Topik dalam diskusi ini adalah topik baru sehingga tujuan utama dari diskusi ini adalah ingin memperoleh informasi dari tangan pertama.

8. Informal Debate, merupakan diskusi dengan cara membagi kelas menjadi 2 kelompok yang pro dan kontra yang dalam diskusi ini diikuti dengan tangkisan dengan tata tertib yang longgar agar diperoleh kajian yang dimensi dan kedalamannya tinggi. Selanjutnya bila penyelesaian masalah tersebut dilakukan secara sistematis disebut diskusi informal. Adapun langkah dalam diskusi informal adalah : (1). menyampaikan problema; (2). pengumpulan data; (3). alternatif penyelesaian; (4). memlilih cara penyelesaian yang terbaik.

9. Fish Bowl, merupakan diskuasi dengan beberapa orang peserta dipimpin oleh seorang ketua mengadakan diskusi untuk mengambil keputusan. Diskusi model ini biasanya diatur dengan tempat duduk melingkar dengan 2 atau 3 kursi kosong menghadap peserta diskusi. Kelompok pendengar duduk mengelilingi kelompok diskusi sehingga seolah-olah peserta melihat ikan dalam mangkok.

10. Seminar, merupakan kegiatan diskusi yang banyak dilakukan dalam pembelajaran. Seminar pada umumnya merupakan pertemuan untuk membahas masalah tertentu dengan prasaran serta tanggapan melalui diskusi dan pengkajian untuk mendapatkan suat konsensus/keputusan bersama. Masalah yang dibahas pada umumnya terbatas dan spesifik/tertentu, bersifat ilmiah dan subject approach.

11. Lokakarya/widya karya, merupakan pengkajian masalah tertentu melalui pertemuan dengan penyajian prasaran dan tanggapan serta diskusi secara teknis mendalam. Dalam diskusi ini bila perlu diikuti dengan demonstrasi/peragaan masalah tersebut. Peserta lokakarya pada umumnya para ahli. Tujuannya mendapatkan konsensus/keputusuan bersama mengenai masalah tersebut. Telaahnya : Subject matter approach.

Unsur-unsur Diskusi

1. Materi

Masalah yang didiskusikan merupakan suatu persoalan yang dibahas oleh peserta diskusi untuk dipahami, diketahui sebab-sebabnya, dianalisis, dicari jalan keluar atau solusinya, diambil keputusan yang tepat, terbaik di antara yang baik atau tak baik sesuai dengan keadaan dan kebutuhan. Masalah adalah persoalan yang ada antara harapan dengan kenyataan. Oleh sebab itu, kegiatan diskusi merupakan suatu upaya untuk menemukan cara menghilangkan, mengatasi atau memperkecil jarak antara harapan dengan kenyataan. Kriteria masalah yang layak didiskusikan:

• Menarik perhatian peserta.

• Aktual dan menjadi pembicaraan umum.

• Berguna bagi peserta, masyarakat atau bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

• Baru, yaitu belum ada atau belum dibahas sebelumnya.

• Menyangkut kebijakan untuk umum atau penting sebagai public figure.

• Mengandung alternatif pendapat-multidimensional.

2. Manusia

Manusia sebagai pelaksana. Terdiri dari:

• Moderator

Moderator bertugas membuka, memperkenalkan pemrasaran dan notulis, membacakan tata tertib, mengarahkan dan mengatur arus pembicaraan, menyampiakan kesimpulan, serta menutup diskusi.

• Notulis

Notulis bertugas mencatat hal-hal penting dalam diskusi baik teknis maupun materi pembicaraan.

• Peserta

Peserta bertugas mengikuti kegiatan diskusi secara aktif, bukan sebatas pendengar belaka, melainkan bisa juga memberikan tanggapan, pertanyaan, dan lain-lain.

• Pemakalah/Penyaji

Penyaji bertugas menjelaskan isi permasalahan yang telah dipersiapkan sebelumnya dalam bentuk makalah.

3. Perlengkapan

Perlengkapan dalam pelaksanaan diskusi meliputi pemilihan tempat yang akan dilakukan dalam diskusi,sarana seperti LCD,viewer,speaker.

Pelaksana Diskusi

1. Moderator : Dewi Sitepu (131301097)

Yessica (131301101)

2. Notulis : Ester Rheyn Judika S (131301109)

3. Pengamat : Pesta Ria Tambun (131301114)

4. Penyaji : Sarah G. Juliana (131301087)

5. Peserta : Mahasiswa Mata Kuliah Andragogi

Topik

Topik yang akan dibahas dalam diskusi adalah "Kesetaraan Gender". Isu tersebut akan dibahas dari sisi Psikologi , yakni : mengenai kesetaraan gender yang kebanyakan tidak menguntungkan pada perempuan. upaya apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi adanya ketidaksetaraan gender dalam kehidupan.

Perempuan Dan Teriakannya Seputar Kesetaraan Gender

Jargon "Kesetaraan Gender" sering digemakan oleh para aktivis sosial, kaum perempuan hingga para politikus Indonesia. Kesadaran kaum perempuan akan kesetaraan gender semakin meningkat seraya mereka terus menuntut hak yang sama dengan laki-laki.

Kesetaraan gender merupakan salah satu hak asasi kita sebagai manusia. Hak untuk hidup secara terhormat, bebas dari rasa ketakutan dan bebas menentukan pilihan hidup tidak hanya diperuntukan bagi para laki-laki, perempuan pun mempunyai hak yang sama pada hakikatnya. Sayangnya sampai saat ini, perempuan seringkali dianggap lemah dan hanya menjadi sosok pelengkap. Terlebih lagi adanya pola berpikir bahwa peran perempuan hanya sebatas bekerja di dapur, sumur, mengurus keluarga dan anak, sehingga pada akhirnya hal di luar itu menjadi tidak penting.

Sosok perempuan yang berprestasi dan bisa menyeimbangkan antara keluarga dan karir menjadi sangat langka ditemukan. Perempuan seringkali takut untuk berkarir karena tuntutan perannya sebagai ibu rumah tangga.

Data yang ada menunjukkan bahwa perempuan secara konsisten berada pada posisi yang lebih dirugikan daripada laki-laki. Berikut adalah isu-isu utama/ sejumlah contoh kesenjangan gender di berbagai sektor yang masih perlu diatasi :

1. Pola Pernikahan yang merugikan pihak perempuan

Pernikahan dini adalah suatu hal yang lazim di Indonesia, khususnya di daerah pedesaan. Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2004 memperkirakan 13% dari perempuan Indonesia menikah di umur 15 - 19 tahun.

Dalam hukum Islam, laki-laki memang diperbolehkan memperistri lebih dari satu orang. Akan tetapi, dalam Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974 menyatakan bahwa izin untuk memiliki banyak istri dapat diberikan jika seseorang dapat memberikan bukti bahwa istri pertamanya tidak dapat melaksanakan tanggung jawabnya sebagai istri. Pegawai Negeri Sipil (PNS) Indonesia pun dilarang mempraktekkan poligami.

Hukum perkawinan di Indonesia menganggap pria sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah keluarga. Sedangkan, tugas-tugas rumah tangga termasuk membesarkan anak umumnya dilakukan oleh perempuan.

1. Kesenjangan Gender di pasar kerja

Adanya segmentasi jenis kelamin angkatan kerja, praktik penerimaan dan promosi karyawan yang bersifat deskriminatif atas dasar gender membuat perempuan terkonsentrasi dalam sejumlah kecil sektor perekonomian, umumnya pada pekerjaan-pekerjaan berstatus lebih rendah daripada laki-laki.

Asumsi masyarakat yang menyatakan bahwa pekerjaan perempuan hanya sekedar tambahan peran dan tambahan penghasilan keluarga juga menjadi salah satu sebab rendahnya tingkat partisipasi tenaga kerja perempuan.

2. Kekerasan Fisik

Indonesia telah menetapkan berbagai undang-undang untuk melindungi perempuan dari kekerasan fisik. Akan tetapi, terdapat beberapa bukti yang menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah umum di Indonesia. Menurut survey Demografi dan Kesehatan 2003, hampir 25% perempuan yang pernah menikah menyetujui anggapan bahwa suami dibenarkan dalam memukul istrinya karena salah satu alasan berikut: istri berbeda pendapat, istri pergi tanpa memberitahu, istri mengabaikan anak, atau istri menolak untuk melakukan hubungan intim dengan suami. Perdagangan perempuan dan prostitusi juga merupakan ancaman serius bagi perempuan Indonesia, terutama mereka yang miskin dan kurang berpendidikan. Meskipun pelecehan seksual dianggap kejahatan, akan tetapi hal itu umum ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Departemen Kesehatan Indonesia tahun 2004 menemukan bahwa 90% perempuan mengaku telah mengalami beberapa bentuk pelecehan seksual di tempat kerja.

3. Hak Kepemilikan

Hukum Perdata di Indonesia menetapkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak kepemilikan yang sama. Perempuan di Indonesia memiliki hak hukum untuk akses ke properti, tanah dan memiliki akses ke pinjaman bank dan kredit, meskipun terkadang masih terdapat diskriminasi di beberapa bagian contohnya: suami berhak untuk memiliki nomor pajak pribadi, sedangkan istri harus dimasukkan nomor pajak mereka dalam catatan suami.

Untuk meningkatkan kesadaran perempuan akan isu kesetaraan gender ini dan mengedukasi pekerja perempuan mengenai hak-haknya sebagai pekerja perempuan, program kampanye Labour Rights For Women yang ditujukan bagi pekerja perempuan muda tidak ada henti-hentinya menyuarakan dan mengedukasi perempuan. Lewat event dan pelatihan Labour Rights For Women yang bertema "Gender Equality", perempuan diharapkan dapat lebih terpacu untuk membela hak mereka dalam kesempatan kerja/karir, hak maternal dan keseimbangan antara keluarga dan karir.

Kesetaraan gender tidak harus dipandang sebagai hak dan kewajiban yang sama persis tanpa pertimbangan selanjutnya. Malu rasanya apabila perempuan berteriak mengenai isu kesetaraan gender apabila kita artikan segala sesuatunya harus mutlak sama dengan laki-laki. Karena pada dasarnya, perempuan tentunya tidak akan siap jika harus menanggung beban berat yang biasa ditanggung oleh laki-laki. Atau sebaliknya laki-laki pun tidak akan bisa menyelesaikan semua tugas rutin rumah tangga yang biasa dikerjakan perempuan.

Sumber

Badan Pusat Statistik (BPS) - Survey Demografi dan Kesehatan 2002-2003

Indonesia. Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974

Konsep Diskusi

Pada saat diskusi, kelompok akan menyajikan sebuah video singkat yang berkaitan dengan topik kesetaraan gender. Kelompok menyajikan video singkat agar memudahkan peserta diskusi untuk memahami topik yang akan dibahas. Peserta diajak untuk dapat aktif selama diskusi dilaksanakan. Model diskusi yang digunakan kelompok berdasarkan tujuan menggunakan the open ended meeting dan berdasarkan bentuknya menggunakan model whole group.

Sumber :

Arif, Zainudin. 2012. Andragogi. Bandung: Angkasa Bandung.

http://id.wikipedia.org/wiki/Diskusi

http://id.wikipedia.org/wiki/Metode_diskusi

https://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/21/diskusi-dan-macamnya/

http://www.kelasjawa.com/2014/03/diskusi.html

Minggu, 04 Januari 2015

Lumpuh Tidak Halangi Pemuda Ini untuk Terjun Payung di Dubai


Johanes Randy detikTravel - Jumat, 28/11/2014 18:53 WIB
Dubai - Seorang Skydiver Amerika bernama Jarret Martin begitu mencintai olahraga ekstrem skydiving alias terjun payung. Meski dia telah lumpuh akibat kecelakaan, itu tidak membuatnya menyerah dan kembali melakukan aksinya di Dubai.

Saat remaja, Martin mengalami kecelakaan yang merenggut kedua kakinya saat melakukan skydiving. Dilansir oleh detikTravel dari CNN, Jumat (28/11/2014), kecintaannya pada skydiving membuatnya menjadi instruktur skydiving dengan kondisinya yang terbatas.

Jarret Martin yang berumur 24 tahun mungkin adalah sosok tidak biasa. Martin merupakan seorang instruktur di Skydive Dubai. Berbeda dengan para skydiver yang lain, ia mengenakan kursi roda. Namun, Martin adalah satu dari dua ahli parasut di Uni Emirat Arab. Wow!

Saat Martin berumur 18 tahun, salah satu aksinya bermasalah dan berakibat pada tulang punggung yang patah, aorta yang robek, paru-paru yang remuk, dan kelumpuhan pada bagian dada ke bawah. Beruntung, Martin bangun dari koma dan kembali skydiving enam bulan kemudian.

Pada bulan Maret tahun ini, Martin diajak bergabung dengan Skydive Dubai setelah aksinya dalam kompetisi di Dubai. Keadaannya di atas kursi roda sempat membuat skydiver pemula lain cemas dan khawatir, tapi Martin menjelaskan kalau perjalananya adalah inspirasi.

Prestasi pun ditorehkan oleh Martin awal tahun ini. Saat itu martin melompat dari ujung tebing di Fjord Norwegia setinggi 914 meter selama empat hari. Gilanya, Martin melompat sendiri dari kursi rodanya tanpa bantuan siapa pun.

Martin sendiri tidak menyangka kalau ia dapat pergi ke Dubai, bahkan menjadi instruktur skydiving di sana. Martin sendiri berusaha untuk melakukan 'loncatan' setidaknya 200 kali setahun. Tidak heran, kakek dan ayahnya adalah skydiver.

Martin pun mengatakan, dimana ada keinginan pasti ada jalan. Ia telah menemukan jalan, dan sangat bersyukur karena dapat melakukan kembali sesuatu yang ia cintai. Kisahnya sangat menginspirasi!
Lumpuh tidak mengahalangi Martin untuk skydiving (CNN)


teori
I.                   Marvin Zuckerman: Sensation Seeking
Menurut Zuckerman, sensation seeking dideskripsikan sebagai keinginan untuk bervariasi/beragam, baru, kompleks/rumit, sensai yang intens dan pengalaman serta kesukarelaan dalam mengambil resiko secara fisik, sosial, legal, dan secara financial demi sebuah pengalaman.
     
Assessing Sensation Seeking
Untuk mngukur sensation seeking, Zuckerman membentuk Sensation Seeking Scale (SSS), memiliki 40 pertanyaan kuisioner (Tabel 16.2). Dengan menggunakan metode factor analysis, Zuckerman (1983) mengidentifikasikan kedalam empat komponen dari sensation seeking :
1.         Thrill and adventure seeking  keinginan untuk terikat dalam aktivitas fisik yang melibatkan kecepatan, bahaya, dan hal yang menantang gravitasi seperti bungee jumping, parachuting dan scuba diving.
2.         Experience seeking  mencari pengalaman baru melalui perjalanan, lagu, seni.
3.         Disinhibition  kebutuhan untuk mencari aktivitas sosial yang liar.
4.         Boredom susceptibility.

Characteristics of Sensation Seekers
Zuckerman dan rekannya mendapatkan bahwa sensation seeking  dipengaruhi oleh usia. Orang yang lebih muda akan cenderung untuk memilih pengalaman yang baru, hal yang berisiko dan berpetualangan dibandingkan dengan orang yang lebih tua. Perbedaan gender juga didapatkan dalam empat komponen dari sensation seeking. Pria lebih memilih thrill and adventure seeking, disinhibition, dan boredom susceptibility. Sedangkan wanita lebih memilih experience seeking.


pembahasan

berdasarkan kasus diatas dapat kita lihat bahwa jaret martin adalah seorang pemuda berdasarkan usia salah satu karakteristik sensation seekers  . komponen sensation seeking yang dia miliki adalah thrill and adventure seeking dalam hal ini dapat kita lihat bahwa dia memilih olahraga ekstreem walaupun keadaannya yang tidak sempurna. experience seeking martin melakukan suatu hal berbeda dari apa yang seharusnya di lakukan. kita mengetahuiahui bahwa orang yang tidak sempurna tidak akan berani melakukan olahraga yang ekstreem tetapi martin melakukannya. martin mengatakan dimana keinginan pasti ada jalan, tidak sepeti orang sakit (cacat) pada umumnya dia melawan semua kekhwatiran tentang dirinya dan dia berhasil sehingga membuat dia menjadi instruktur skydiving ini membuktikan bahwa iya memiliki boredom susceptibility.